Cerpen Naya Adinda


Magelang, 31 Oktober 2019

Feels nothing and useless
Naya's frustrating time

            Sedang terbaring seorang perempuan di atas kasur empuknya. Di awali dengan turunnya hujan sore ini, tak lama berselang perempuan malang ini pun mulai beruraian air mata. Bukan karena ia bersyukur hujan telah turun untuk pertama kalinya menuju tanah dan rerumputan yang telah menantinya selama kemarau panjang ini. Akan tetapi, tangisnya bermula karena kakak sulung laki-lakinya baru saja muntab dan mengeluarkan gelisah dalam hati yang selama ini ia pendam terhadap perempuan ini. Deka, kakak laki-laki perempuan bernama Naya ini, mengeluarkan segala sakit hatinya atas perlakuan tidak menyenangkan adik perempuannya ini terhadapnya yang menurutnya hanya ditujukan kepada dirinya saja, tidak termasuk dua adik laki-lakinya yang notabenenya juga kakak laki-laki Naya. Ia marah karena Naya selalu berbicara ketus terhadapnya, tidak menghargainya sebagai kakak tertua Naya, tidak bersyukur atau berterima kasih atas semua yang telah dilakukannya untuk Naya seorang. Perjuangannya untuk mengantar jemput Naya dari sekolah, memastikan Naya sudah makan selama di kost, memberi Naya uang agar tetap memiliki uang saku cadangan, dan segala hal yang telah ia lakukan dengan sebaik mungkin hanya untuk kebahagiaan dan kenyamanan Naya. Namun, berdasar apa yang ia amati selama ini, Naya tidak pernah menghargai semua jerih payahnya itu. Mulai dari berlaku seenaknya, tidak patuh atau memenuhi permintaan Deka, sering mengabaikan Deka ketika diajak bicara atau diberi nasihat terutama terkait kesehatan Naya sendiri, tidak langsung memakan makanan yang dibeli Deka untuk Naya, dan tidak pernah memasang muka sumringah ketika Naya bersama Deka. Hal itu berbanding terbalik dengan ketika Naya berhadapan dengan Ibra dan Fendi. Naya selalu mengiyakan apapun permintaan Ibra dan Fendi yang dapat ia lakukan. Ia juga tak pernah berkata kasar atau ketus terhadap keduanya. Oleh karena itu, Deka tidak terima dan marah atas semua perlakuan Naya kepadanya.
            Naya yang tidak ingin memperpanjang masalah dan menambah amarah Deka pun memilih untuk diam dan tetap fokus pada aktivisnya yaitu membaca sambil menggigit mulut bagian dalamnya, guna menguatkan hatinya yang rapuh karena ternyata tingkah lakunya selama ini menyakiti hati orang lain bahkan kakaknya sendiri. Tak lama kemudian pun Deka diam dan suasana menjadi hening. Hingga sekitar sepuluh menit kemudian Naya mulai mengeluarkan air mata yang ternyata tak kuasa ia tahan. Deka pun akhirnya memutuskan untuk beranjak pulang.
            Selepas Deka pulang, air mata Naya pun turun deras karena Naya tak mampu membendungnya lagi. Ia menyesal karena ternyata tingkah lakunya selama ini benar-benar buruk dan ia semakin sadar bahwa ia hanyalah benalu dalam keluarganya. Yang bisa ia lakukan hanyalah menambah beban orang tua dan kakak-kakaknya. Ia semakin sadar bahwa ia memang tak sepantasnya terlahir di dunia ini. Ia sibuk menyalahkan dirinya sendiri. Ia juga menanyakan kepada dirinya sendiri kenapa ia dapat berlaku seburuk itu kepada Deka. Salah satu bagian dari dirinya pun menjawab bahwa perilaku buruknya terhadap Deka dikarenakan sakit hatinya yang berkaitan dengan Deka.
            Naya sakit hati karena orang tua terutama ayahnya, selalu sibuk membanggakan anak tertuanya, Deka, atas segala anugerah yang dimilikinya. Seorang anak laki-laki yang diberkahi otak cemerlang, kreatif, pandai berbahasa Inggris, tampan, dan dapat menghasilkan uang sendiri semenjak semester awal di bangku kuliah. Tidak ada satu pun kekurangan yang dimiliki Deka di mata orang tuanya, ia terlalu sempurna sehingga menjadi kebanggaan orang tua Naya sedari lahir. Akan tetapi, Naya selalu sakit hati mengingat hal itu karena setiap apa yang ia lakukan untuk membuat orang tuanya juga bangga kepadanya tidak akan pernah terganti dengan kenyataan bahwa seorang Deka adalah anugerah terindah dari Tuhan untuk orang tuanya.
            Naya adalah seorang yang ceroboh dan selalu ingin tahu. Awalnya, ia hanya iri terhadap perlakuan orang tuanya terhadap Deka, hingga suatu ketika ia yang masih berusia sekitar sepuluh tahun dibentak Deka karena memainkan laptop Deka tanpa izinnya dan lebih parahnya Naya kecil tidak sengaja menekan tombol laptop Deka sehingga mengacaukan pekerjaan Deka dalam laptop tersebut. Ia dibentak tanpa ampun oleh Deka, ia dimaki Deka karena telah menyentuh barangnya secara tidak sopan. Yang lebih mirisnya, jika dalam keadaan ini para orang tua akan menenangkan anak bungsunya, apalagi jika perempuan, dan menyuruh anak tertuanya agar berhenti marah atas kesalahan adiknya, baru kemudian menyadarkan anak bungsunya atas kesalahan yang diperbuat, berbeda jauh dengan yang apa yang dilakukan orang tua Naya. Mereka malah turut membentak dan memaki Naya atas kesalahannya dan menenangkan Deka. Naya hanya bisa menangis seraya menggumamkan maaf tanpa henti atas kesalahannya kepada Deka dan orang tuanya. Apalagi yang dapat dilakukan seorang anak perempuan yang berumur sepuluh tahun selain hal tersebut? Lama berselang baru kemudian sang ibu menyuruh Naya untuk mencuci muka dan pergi ke kamar tidur.
            Selain itu, ketika Naya juga masih berumur sepuluh tahun, ia pernah dipukul, dibentak, dan dicaci maki oleh ibunya sendiri. Hal itu berawal dari Naya yang tidak sengaja bermain ke rumah temannya, yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya, tanpa pamit hingga sore hari ini. Pun sama, yang bisa ia lakukan adalah merasakan sakitnya pukulan dari ibunya dan semua amarah yang ibunya tujukan kepada dirinya sembari menangis sesenggukan.
            Hal tersebut menumbuhkan trauma dalam diri Naya. Sejak saat itu, ia selalu takut dimarahi orang tuanya dan Deka jika berbuat salah. Oleh sebab itu, sekecil apapun kesalahan yang ia lakukan, ia hanya dapat menangis dan berlari ke kamarnya.
            Jika Deka mempertanyakan kepada Naya apa sebab Naya tidak memperlakukannya dengan baik adalah karena Deka telah menumbuhkan trauma dan sakit hati dalam hatinya semenjak Naya berusia sepuluh tahun. Pun jika Deka ingin tahu kenapa Naya selalu bersikap baik kepada Ibra dan Fendi adalah karena kedua kakak laki-lakinya yang lain tersebutlah yang selalu ada untuk menenangkan dirinya ketika ia butuh sandaran sedari Naya kecil.
            Pernah suatu hari, ketika Naya pun masih berusia sebelas tahun, Ibra memamerkan gawai barunya kepada seluruh anggota keluarga. Naya yang memiliki rasa ingin tahu besar pun meminjam gawai milik Ibra tersebut dan mencoba memainkannya seperti ia telah tahu cara menggunakannya. Tak sengaja Naya salah menekan tombol dan ia tak dapat mengembalikannya seperti semula. Ia pun panik dan segera mengembalikan gawai tersebut kepada Ibra sembari menangis meminta maaf karena ia tidak ingin Ibra juga membentaknya seperti yang pernah dilakukan Deka dan orang tuanya. Ibra kaget karena Naya tiba-tiba menangis dan segera ke kamar, sedangkan ketika Naya yang sempat melirik ke arah ibunya, ia tahu bahwa ibunya telah siap untuk memarahinya seperti sebelumnya. Beberapa menit kemudian, Ibra pun menghampiri Naya sambil tersenyum menenangkan bahkan sambil tertawa kepada Naya dan mengatakan agar Naya tidak perlu khawatir karena gawainya baik-baik saja. Ia menenangkan hati Naya dan menyuruhnya untuk berhenti menangis. Naya pun segera memeluk Ibra sembari mengucap maaf dan terima kasih. Sejak saat itu, ia sadar bahwa masih ada orang yang menyayanginya dan ia bersyukur mengetahui kenyataan melegakan tersebut.
            Sedangkan Fendi, ia selalu mengajak Naya bermain meskipun kadang juga mengusili Naya hingga menangis, tapi itu tidak membuat Naya membencinya. Selain karena Fendi sering membelikan Naya jajan sepulangnya Fendi dari sekolah, juga karena Fendi tak pernah membentaknya, seperti yang dilakukan Ibra kepada Naya. Fendi bukanlah tipe orang yang menyatakan rasa sayangnya secara jelas, tetapi dari cara ia memperlakukan Naya, Naya sdar bahwa Fendi menyayanginya seperti Ibra yang juga menyayanginya.
            Bukan hanya karena alasan-alasan itu saja, Naya secara tidak sadar membenci Deka, tetapi juga atas kejadian ibunya yang diperlakukan kasar oleh ayahnya sendiri, yang ia ketahui bahwa penyebabnya adalah Deka yang memberitahu ayahnya bahwa ibunya berselingkuh. Naya tidak asing dengan kekerasan yang dilakukan ayahnya karena hal itu sudah sering ayahnya lakukan selama ini. Ia tidak pernah membenci ibunya sehingga ketika ia harus melihat dan mendengar sendiri bagaimana ibunya disiksa oleh ayahnya sendiri atas tuduhan kakak tertuanya, ia semakin trauma dan benar-benar membenci sosok ayah dan kakak tertuanya, Deka. Apalagi ketika Naya tau bahwa tuduhan Deka bahwa ibu mereka berselingkuh hanyalah asumsi Deka semata. Ia benci dengan sifat pemarah dan seringnya mengambil kesimpulan sendiri tanpa pikir panjang yang dimiliki Deka dan ayahnya. Disebabkan hal itu, sekarang segala yang dilakukan keduanya selalu salah di mata Naya. Pun ia menjadi tidak suka dengan ibunya ketika mengetahui kenyataan bahwa ibunya tetap paling menyayangi Deka tanpa peduli bahwa Deka lah yang menyebabkan dirinya diberi berbagai luka oleh suaminya sendiri. Hingga saat ini, Naya masih tak habis pikir akan hal itu.
            Pada akhirnya, Naya pun memutuskan untuk tinggal secara pisah dengan keluarganya semenjak duduk di bangku sekolah menengah atas SMA. Ia tidak ingin mengetahui percekcokan keluarganya lagi. Naya juga bertekad untuk mencari beasiswa kuliah di luar kota atau lebih baik lagi luar negeri agar ia bisa benar-benar jauh dari keluarganya. Cukup sudah ia menderita sendirian selama ini karena ia pun tidak memiliki wewenang untuk sekadar berkeluh kesah kepada keluarganya seperti yang dilakukan teman-temannya dengan keluarga mereka.
            Malam ini pun Naya habiskan dengan berbaring sembari beruraian air mata. Ia juga menyadari satu hal bahwa keluarganya sendiri pun tak lebih paham mengenal dirinya dibanding orang lain karena ada satu masa lalu kelam yang tak satu pun dari anggota keluarganya yang tahu, yaitu kenyataan bahwa ia pernah hampir diculik dan diperlakukan tidak senonoh ketika Naya berusia sebelas tahun. Ia mulai menutup matanya dan berharap esok hari ia dapat merasa terlahir kembali ke dunia ini dengan takdir yang lebih indah. Setelah sebelumnya, ia telah mengirim pesan kepada ibunya tentang rasa sakit dan takut yang selama ini ia pendam dalam hati dan meminta maaf.

Komentar